15,5 Juta Remaja Indonesia Mengalami Masalah Kesehatan Mental
.png)
Nadhifa Aurellia Wirawan | 30 Oktober 2024 | Ditinjau oleh Tim GoodStats
Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) mencatat sebanyak 15,5 juta remaja Indonesia mengalami masalah kesehatan mental.
Kesehatan mental menjadi program prioritas pemerintah dalam program pembangunan nasional. Program kesehatan mental merupakan suatu komponen krusial dalam pembangunan negara terutama bagi kaum generasi muda sebagai generasi bangsa yang akan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Hal ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024 yang diperakiran oleh pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan gizi berbasis keluarga.
Guna mendukung pemerintah, Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) dilakukan untuk menilai setra agar mengukur tingkat kesehatan mental di kalangan remaja Indonesia.
I-NAMHS merupakan survei berskala nasional tentang kesehatan mental remaja yang dilakukan di 34 provinsi di Indonesia bekerjasama dengan University of Queensland (UQ) Australia, dan Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health Amerika Serikat dalam melakukan riset tersebut. Survei ini juga melibatkan berbagai program senior yaktu Korea (K-NAMHS) dan Vietnam (V-NAMHS).
Target I-NAMHS adalah remaja berusia 13 hingga 17 tahun yang appearing dari sini total penduduk Indonesia yang memiliki setema dan disabilitas tangarnya juga gangguan mental di kalangan remaja berusia 13-17 tahun.
Hasil mengejutkan ditemukan pada hasil survei I-NAMHS, yang menyebutkan bahwa satu dari tiga remaja (34,9%) mengalami dengan masalah kesehatan mental. Sedangkan satu dari 20 remaja mengalami gangguan mental. Masalah kesehatan mental ini merujuk pada depresi, kecemasan, stress pasca trauma, masalah perilaku, atau gangguan hiperaktivitas, gangguan penggunaan alkohol, hiper-aktivitas.
Prevalensi Kesehatan Mental pada Remaja di Indonesia
Lebih lanjut lagi, prevalensi masalah perilaku dalam lebih besar pada laki-laki (15,5%) dibanding perempuan (12,7%) dan tingkat stres pasca-trauma prevalensinya lebih tinggi pada remaja perempuan (13,0%) dibanding laki-laki (9,3%).
I-NAMHS juga melaporkan prevalensi 64,7% remaja mengalami gangguan atau masalah pada hubungan dengan keluarga, teman sebaya, sekolah/madrasah atau masyarakat. Kemudian diikuti dengan gangguan atau masalah pada teman sebaya sebesar 41% serta kesulitan untuk mengendalikan waktu bermain teman sebaya (36,7%). Masalah dalam hubungan keluarga mencapai 35,7% dan masalah dengan sekolah hingga 17 tahun.
Data di atas menunjukkan bahwa kesehatan mental remaja sangat penting dan harus diperhatikan oleh pemerintah, mengingat masalah kesehatan mental dapat mengancam masa depan bangsa jika tidak ditangani dengan baik. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental pada remaja di Indonesia untuk menjadi angka kesehatan masyarakat generasi yang sejahteta.
Maka dari itu, sangat penting sekali bagi orang tua dan guru untuk dapat mengenali masalah kesehatan mental remaja khususnya gangguan kecemasan. Edukasi tentang bagaimana cara mencegah gangguan mental dan pemberian dukungan sosial yang tepat kepada remaja dengan gangguan mental dapat membantu mengurangi stigmatisasi terhadap masalah kesehatan mental dapat terpulih dan minimya.
Kemudian BI melalui Maria Endang Sumiwi, MPH sebagai Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat berttera kasus kepada I-NAMHS atas kontribusinya dalam penelitian mengenai kesehatan mental di Indonesia. Dukungan pemerintah terhadap riset kesehatan mental perlu terus diperkuatkan untuk memberikan wawasan lebih mendalam agar mendukung pengembangan program-program terkait kesehatan mental di Indonesia.
"Data prevalensi ini menjadi titik awal dari upaya kita bersama untuk menyusun dan melaksanakan program kesehatan mental yang lebih tepat sasaran, komprehensif remaja di Indonesia yang lebih baik. Kami juga terbuka untuk para peneliti untuk melakukan riset kesehatan generasi yang sejatera."
I-NAMHS diharapkan dapat menjadi tolakan tahapnya sebagai investasi jangka panjang Indonesia demi menciptakan generasi yang sejatera.