<

Benarkah Remaja Indonesia Rentan Alami Gangguan Mental?

Benarkah Remaja Indonesia Rentan Alami Gangguan Mental?
Oleh: admin123 | 12 June 2025 | Ditinjau oleh Tim Medis Hello Sehat

dr. Rizal Fadli | 17 Oktober 2022 | Ditinjau oleh Tim Medis Halodoc


Berbagai lembaga mempublikasikan hasil penelitian yang cukup mengejutkan terkait kesehatan mental di Indonesia. Ternyata, remaja Indonesia usia 16–24 tahun rentan mengalami gangguan kecemasan. Generasi muda Indonesia tengah berada dalam kondisi darurat kesehatan mental, khususnya pada rentang usia 10–17 tahun. Temuan ini berasal dari penelitian yang dilakukan oleh The Conversation, University of Queensland, dan Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health di Amerika Serikat.


Beberapa faktor yang menyebabkan remaja Indonesia rentan mengalami gangguan mental antara lain adalah masalah keluarga, persoalan dengan teman sebaya, serta tekanan dan stres pribadi. Minimnya perhatian dan penanganan terhadap kesehatan mental remaja dapat memperburuk kondisi ini dan meningkatkan risiko gangguan mental.


Divisi Psikiatri Anak dan Remaja Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 2021 juga mengungkapkan bahwa remaja usia 16–24 tahun rentan mengalami gangguan kecemasan akibat tekanan dalam proses transisi menuju kedewasaan. Perubahan lingkungan, tuntutan sosial, pendidikan, serta budaya menjadi beban tersendiri yang sering kali sulit mereka atasi.


Pada tahun 2020, Environmental Geography Student Association dari Universitas Gadjah Mada juga merilis data bahwa setiap satu jam terdapat satu orang di Indonesia yang bunuh diri. Sebanyak 4,2% pelajar di Indonesia pernah berpikir untuk bunuh diri, dan 3% di antaranya pernah melakukan percobaan bunuh diri. Sekitar 90% kasus bunuh diri disebabkan oleh depresi dan kecemasan.


Kasus nyata juga terjadi pada awal Oktober 2022, saat seorang mahasiswa mengakhiri hidupnya dengan melompat dari hotel di Yogyakarta. Disebutkan bahwa mahasiswa tersebut mengalami depresi akibat perceraian orang tuanya. Peristiwa ini menjadi peringatan keras bagi masyarakat untuk lebih peduli terhadap kesehatan mental, apalagi di tengah kenyataan bahwa akses terhadap layanan psikologis masih belum maksimal.


Pemahaman masyarakat mengenai pentingnya kesehatan mental masih tergolong rendah. Banyak orang masih menganggap gangguan mental tidak semendesak penyakit fisik. Deteksi dini pun sering diabaikan, dan baru dianggap serius ketika seseorang sudah menyakiti diri atau memiliki niat bunuh diri.


Padahal, tanda-tanda gangguan mental bisa dilihat sejak dini, seperti gangguan tidur, perubahan suasana hati (mood swing), hilangnya semangat, mudah marah, menarik diri dari lingkungan sosial, perubahan pola makan, dan perilaku impulsif. Jika kamu melihat tanda-tanda ini pada orang terdekatmu, penting untuk bersikap empati dan mendampinginya untuk mencari bantuan profesional seperti psikolog.


Mekanisme koping (penanganan stres) yang sehat juga menjadi kunci penting dalam menjaga kesehatan mental. Orang tua dapat membantu dengan menjadi teman bicara, membangun komunikasi terbuka, serta melibatkan anak dalam berbagai aktivitas positif seperti olahraga, kegiatan sosial, dan kerja sama dengan pihak sekolah.